Tulungagung, AZMEDIA.CO.ID – Banyak kegiatan pemerintahan yang berakhir dengan tepuk tangan, foto bersama, dan unggahan media sosial kembali menuai kritik. Pasalnya, acara-acara seremonial tersebut dinilai kerap menyedot anggaran besar tanpa dampak langsung bagi masyarakat.
Menurut Adv. Eko Puguh Prasetijo, S.H., M.H., CPM., CPCLE., CPARb., CPL, seremonial yang tidak menghasilkan manfaat nyata bagi publik justru menjadi beban dalam tata kelola pemerintahan.
“Kalau sebuah kegiatan tidak mempercepat layanan, tidak meringankan beban hidup masyarakat, dan tidak memberi hasil yang bisa diukur, maka kegiatan itu tidak layak dibiayai uang publik,” ujar Eko Puguh.
Ia menegaskan, dalam negara hukum, anggaran negara bukan milik birokrasi, melainkan amanah dari rakyat. Karena itu, setiap penggunaan anggaran harus bisa dipertanggungjawabkan secara manfaat, bukan sekadar formalitas.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Eko juga menilai budaya seremonial yang minim dampak bertentangan dengan prinsip dasar pemerintahan yang baik. Ia mengingatkan bahwa hukum administrasi negara menempatkan asas kemanfaatan dan akuntabilitas sebagai pijakan utama dalam setiap kebijakan publik.
“Rakyat tidak butuh acara ramai. Rakyat butuh urusan selesai,” tegasnya.
Lebih lanjut, ia mengingatkan bahwa pembiaran terhadap kebijakan yang boros namun miskin hasil berpotensi melanggar ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, khususnya terkait asas kemanfaatan dan larangan penyalahgunaan wewenang.
Menurutnya, evaluasi anggaran harus bergeser dari sekadar serapan dan seremoni menuju dampak jangka panjang yang benar-benar dirasakan masyarakat.
“Tepuk tangan selesai hari ini. Tapi dampak kebijakan akan diuji bertahun-tahun,” pungkas Eko.
Penulis : M Habibul Ihsan
Editor : Redaksi
Sumber Berita: rorokembang.com












