SEREMONIAL PEMERINTAHAN NIR-MANFAAT DAN IMPLIKASI HUKUM ADMINISTRASI TERHADAP PENGELOLAAN ANGGARAN PUBLIK

Avatar photo

- Jurnalis

Jumat, 19 Desember 2025 - 12:23 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Editorial Nasional | Negara Hukum, Anggaran Publik, dan Kerja Nyata

Oleh: Adv. Eko Puguh Prasetijo, S.H., M.H.CPM.,CPCLE.,CPARb.,CPL
Pimpinan Redaksi rorokembang.com


ABSTRAK

Seremonial pemerintahan kerap dipraktikkan sebagai bagian dari aktivitas administratif negara. Namun, dalam realitas penyelenggaraan pemerintahan, tidak seluruh seremonial memiliki korelasi langsung dengan peningkatan pelayanan publik atau kesejahteraan masyarakat. Artikel ini menganalisis kedudukan seremonial pemerintahan dalam perspektif hukum administrasi negara serta implikasinya terhadap asas kemanfaatan, akuntabilitas, dan kecermatan dalam pengelolaan anggaran publik. Dengan pendekatan yuridis normatif, penelitian ini menyimpulkan bahwa seremonial nir-manfaat berpotensi menimbulkan cacat tujuan kebijakan dan membuka ruang penyalahgunaan wewenang apabila dilakukan secara sistematis.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT


PENDAHULUAN

Negara hukum menempatkan anggaran publik sebagai instrumen utama untuk mewujudkan kepentingan umum. Dalam kerangka tersebut, setiap tindakan dan keputusan pemerintahan harus memiliki dasar hukum, tujuan yang sah, serta manfaat nyata bagi masyarakat. Namun demikian, praktik seremonial pemerintahan kerap dijalankan tanpa evaluasi substantif terhadap urgensi dan dampaknya.

Seremonial yang berorientasi simbolik—seperti peresmian berulang, deklarasi tanpa tindak lanjut, dan kegiatan representatif tanpa indikator kinerja—menimbulkan persoalan serius dalam tata kelola pemerintahan. Ketika kegiatan tersebut dibiayai oleh anggaran publik, maka pertanyaan mendasar bukan lagi soal kepatutan, melainkan soal legalitas dan kemanfaatan kebijakan.


METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan konseptual. Data diperoleh melalui studi kepustakaan terhadap peraturan perundang-undangan, doktrin hukum administrasi negara, serta literatur mengenai Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB). Analisis dilakukan secara kualitatif untuk menilai kesesuaian praktik seremonial pemerintahan dengan prinsip kemanfaatan dan akuntabilitas anggaran publik.


SEREMONIAL PEMERINTAHAN DALAM PERSPEKTIF ADMINISTRASI NEGARA

Dalam doktrin hukum administrasi, tindakan pemerintahan harus memenuhi unsur kewenangan, prosedur, dan substansi tujuan. Seremonial pemerintahan pada dasarnya dapat dibenarkan sepanjang memiliki fungsi administratif yang jelas, seperti sosialisasi kebijakan atau koordinasi lintas lembaga.

Baca Juga :  Kronologi Balita Tewas di Ngantru Tulungagung

Namun, ketika seremonial hanya berfungsi sebagai sarana pencitraan dan tidak memiliki output kebijakan yang terukur, maka kegiatan tersebut kehilangan justifikasi administratifnya. Dalam konteks ini, seremonial berubah menjadi aktivitas konsumtif yang tidak relevan dengan tujuan penyelenggaraan pemerintahan.


ASAS KEMANFAATAN DAN AKUNTABILITAS ANGGARAN PUBLIK

Asas kemanfaatan dan akuntabilitas merupakan bagian integral dari AUPB. Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan menegaskan bahwa setiap keputusan dan tindakan pemerintahan harus memberikan manfaat bagi masyarakat.

Penggunaan anggaran publik untuk kegiatan yang tidak menghasilkan manfaat konkret merupakan bentuk pengingkaran terhadap asas tersebut. Meskipun secara administratif prosedur penganggaran telah dipenuhi, kegagalan memenuhi tujuan substantif menjadikan kebijakan tersebut bermasalah secara hukum.


POTENSI PENYALAHGUNAAN WEWENANG

Pasal 17 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 melarang penyalahgunaan wewenang, termasuk penggunaan kewenangan yang menyimpang dari tujuan pemberiannya. Dalam hal seremonial nir-manfaat dilakukan secara berulang dan sistematis, terdapat indikasi bahwa kewenangan anggaran digunakan tidak untuk kepentingan publik, melainkan untuk kepentingan simbolik atau personal.

Kondisi ini menempatkan seremonial nir-manfaat bukan sekadar sebagai pemborosan anggaran, tetapi sebagai potensi pelanggaran hukum administrasi yang dapat diuji melalui mekanisme pengawasan dan peradilan tata usaha negara.


PENUTUP

Seremonial pemerintahan tidak dapat serta-merta dihapuskan dari praktik administrasi negara. Namun, keberadaannya harus tunduk pada prinsip kemanfaatan, akuntabilitas, dan tujuan hukum. Seremonial yang menghabiskan anggaran tanpa dampak nyata bagi masyarakat kehilangan legitimasi hukum dan bertentangan dengan prinsip negara hukum. Oleh karena itu, diperlukan penilaian berbasis hasil (outcome-based evaluation) dalam setiap pembiayaan kegiatan pemerintahan.

Baca Juga :  Diterjang Angin Puting Beliung, 13 Rumah di Boyolangu Tulungagung Rusak

CATATAN KAKI

¹ Jimly Asshiddiqie, Pengantar Hukum Administrasi Negara, Konstitusi Press, Jakarta, 2010, hlm. 117.

² Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2016, hlm. 89.

³ Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.

⁴ Ibid., Pasal 17.

⁵ Philipus M. Hadjon, et al., Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 2011, hlm. 136.

⁶ Indroharto, Usaha Memahami Undang-Undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 2004, hlm. 52.

⁷ Bagir Manan, Hubungan Antara Pusat dan Daerah Menurut UUD 1945, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1994, hlm. 41.

⁸ Maria Farida Indrati S., Ilmu Perundang-undangan: Jenis, Fungsi, dan Materi Muatan, Kanisius, Yogyakarta, 2007, hlm. 213.

⁹ Suteki, Rekonstruksi Politik Hukum Hak Atas Air, Surya Pena Gemilang, Malang, 2013, hlm. 67.


DAFTAR PUSTAKA

Asshiddiqie, Jimly. Pengantar Hukum Administrasi Negara. Jakarta: Konstitusi Press, 2010.

Hadjon, Philipus M., et al. Pengantar Hukum Administrasi Indonesia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2011.

Indroharto. Usaha Memahami Undang-Undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2004.

Manan, Bagir. Hubungan Antara Pusat dan Daerah Menurut UUD 1945. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1994.

Ridwan HR. Hukum Administrasi Negara. Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2016.

Suteki. Rekonstruksi Politik Hukum Hak Atas Air. Malang: Surya Pena Gemilang, 2013.

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.

Penulis : Adv. Eko Puguh Prasetijo, S.H., M.H.CPM.,CPCLE.,CPARb.,CPL

Follow WhatsApp Channel azmedia.co.id untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Berita Terkait

Seremoni Pemerintah Dinilai Boros, Publik Diminta Fokus ke Hasil Nyata
Antara Retorika Kekuasaan, Risiko Administratif, dan Rekonstruksi Berbasis AUPB
LPK-RI Minta Kejelasan Status Jalan Waduk Wonorejo, Surati Bupati, BBWS, dan Perhutani, serta Ajukan RDP ke DPRD Tulungagung
Pemkab Kediri Hidupkan Kembali Situs Tondowongso: Jejak Mataram Kuno Siap Jadi Destinasi Wisata
204 SK PPPK Formasi 2024 Diserahkan Wakil Bupati Kediri, Begini Pesan Mas Dhito
Polres Tulungagung Gelar Panen Raya Jagung Serentak Dukung Swasembada Pangan
Remaja 15 Tahun Tewas Seketika Disasak Mobil APV yang Ambil Jalur
Mahasiswa Gelar Aksi di DPRD Tulungagung, Bupati Tegaskan Tak Ada Kriminalisasi Aktivis

Berita Terkait

Jumat, 19 Desember 2025 - 12:34 WIB

Seremoni Pemerintah Dinilai Boros, Publik Diminta Fokus ke Hasil Nyata

Jumat, 19 Desember 2025 - 12:23 WIB

SEREMONIAL PEMERINTAHAN NIR-MANFAAT DAN IMPLIKASI HUKUM ADMINISTRASI TERHADAP PENGELOLAAN ANGGARAN PUBLIK

Jumat, 19 Desember 2025 - 02:20 WIB

Antara Retorika Kekuasaan, Risiko Administratif, dan Rekonstruksi Berbasis AUPB

Rabu, 1 Oktober 2025 - 16:11 WIB

Pemkab Kediri Hidupkan Kembali Situs Tondowongso: Jejak Mataram Kuno Siap Jadi Destinasi Wisata

Rabu, 1 Oktober 2025 - 15:57 WIB

204 SK PPPK Formasi 2024 Diserahkan Wakil Bupati Kediri, Begini Pesan Mas Dhito

Berita Terbaru